Senin, 11 Oktober 2010

Shalat Sunat Rawatib Lima Mazhab




Shalat sunat rawatib adalah shalat yang mengiringi shalat fardhu lima waktu dalam sehari bisa dikerjakan sebelum dan sesudahnya. Tata cara pelaksanaan shalat sunat rawatib dapat dikerjakan sendiri-sendiri tidak berjama’ah, mengambil tempat shalat yang berbeda dengan tempat melakukan shalat fardhu, dilakukan dua rakaat dengan satu salam, dan tidak diawali dengan azan maupun qomat. Shalat sunat rawatib bisa berfungsi untuk menambah dan menyempurnakan kekurangan dari shalat fardhu.

Adapun jumlah rakaat dan waktunya berdasarkan tinjauan lima mazhab sebagai berikut:
1.    Mazhab Syafi’iyyah
      1.1.    Dua rakaat sebelum Subuh.
      1.2.    Dua rakaat sebelum Dzuhur.
      1.3.    Dua rakaat sesudah Dzuhur.
      1.4.    Dua rakaat sesudah Magrib.
      1.5.    Dua rakaat sesudah Isya’.
      1.6.    Satu rakaat witir.

2.    Mazhab Malikiyah
      2.1.    Tidak ada batas baik sebelum atau sesudah shalat fardhu.
      2.2.    Yang utama yaitu:
                2.2.1.    Empat rakaat sebelum Dzuhur.
                2.2.2.    Enam rakaat sesudah Maghrib.

3.    Mazhab Hambaliyah
       3.1.    Dua rakaat sebelum Subuh.
       3.2.    Dua rakaat sebelum Dzuhur.
       3.3.    Dua rakaat sesudah Dzuhur.
       3.4.    Dua rakaat sesudah Maghrib.
       3.5.    Dua rakaat sesudah Isya’.

4.    Mazhab Hanafiyah
       Mazhab Hanafiyah membagi shalat sunnat  menjadi sbb:
       4.1.    Shalat Sunnat Masnunah adalah shalat sunnat yang banyak
                 dikerjakan oleh Nabi dan Khulafa al-Rasyidin yang terdiri dari:
                4.1.1.    Dua rakaat sebelum Subuh.
                4.1.2.    Empat rakaat sebelum Dzuhur.
                4.1.3.    Dua rakaat sesudah Dzuhur kecuali waktu Jum’at.
                4.1.4.    Dua rakaat sesudah Maghrib.
                4.1.5.     Dua rakaat sesudah Isya’.
      4.2.    Shalat Sunnat Mandubah adalah shalat sunnat yang
                diperintahkan oleh Nabi namun jarang dikerjakan oleh Nabi
                yang terdiri dari:
                4.2.1.    Empat rakaat atau dua rakaat sebelum Ashar.
                4.2.2.    Empat rakaat sesudah Maghrib.
                4.2.3.    Empat rakaat sebelum Isya’.
                4.2.4.    Empat rakaat sesudah Isya’.

5.    Mazhab Imamiyah
       Shalat sunnat rawatib dalam mazhab imamiyah berjumlah 35 rakaat
       sehari yang terdiri dari:
       5.1.    Delapan rakaat sebelum Dzuhur.
       5.2.    Delapan rakaat sebelum Ashar.
       5.3.    Empat rakaat sebelum Maghrib.
       5.4.    Dua rakaat setelah Isya’ disebut shalat al watirah. Shalat al
                 watirah adalah shalat dua rakaat setelah isya’ dikerjakan
                 sambil duduk namun hanya dihitung satu rakaat.
       5.5.    Delapan rakaat shalat malam.
       5.6.    Dua rakaat shalat syafa’at.
       5.7.    Satu rakaat shalat witir.
       5.8.    Dua rakaat shalat fajar.
Berdasarkan hal tersebut, shalat fardhu dan shalat sunnat dikalangan mazhab imamiyah dalam sehari berjumlah 51 rakaat. Bila tanpa shalat witir hanya berjumlah 50 rakaat, ini sesuai perintah Allah Swt terhadap Nabi Saww ketika Mi’raj. Pelaksanaan shalat sunnat dilakukan dua rakaat dengan satu tasyahhud dan satu salam seperti shalat Subuh. Kecuali shalat witir hanya satu rakaat dengan satu tasyahhud dan satu salam. Namun dalam safar, seluruh shalat sunat menjadi gugur kecuali shalat sunat empat rakaat  sesudah maghrib tidak boleh ditinggalkan.

Jadi perbedaan jumlah rakaat dan waktu shalat sunat rawatib dalam mazhab Ahlussunnah dan Syi'ah sebagai rahmat dan kemudahan bagi umat Islam karena memperkaya khazanah ilmu-ilmu keislaman yang kesemuanya bermuara pada Al-Quran dan As-Sunnah. Perbedaan pendapat tersebut tidak perlu menimbulkan perpecahan di kalangan umat mutaakhkhirin terutama para pengikut mazhab tsb.  Sudah saatnya para pengikut mazhab saling menghormati pendapat mazhab lain dan tidak merasa paling benar sendiri. Seluruh pengikut mazhab sama-sama berkewajiban mencitrakan Islam sebagai rahmatan lil'alamin.

Sabtu, 12 Juni 2010

:: SQ :2-Ayat 14 ::

14.gif (1801 bytes)

"Dan jika mereka bertemu dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata: kami beriman. Dan jika mereka berkumpul dengan setan-setan mereka, mereka berkata: kami bersama kalian, karena kami hanya bermaksud mengejek (orang-orang yang beriman)."


Diantara tanda-tanda lain kemunafikan ialah bahwa seorang Munafik tidak memiliki satu kepribadian dan identitas yang mandiri serta kokoh kuat. Di lingkungan mana pun dia akan menyesuaikan diri dengan warna lingkungan tersebut. Ketika ia berada di kalangan orang-orang Mukmin maka ia menunjukkan keimanan dan kebersamaan. Dan ketika ia berada di
kalangan musuh-musuh agama dan umat serta pemimpin Islam, maka ia pun akan bersatu suara dengan mereka dan berbicara tentang hal-hal yang anti orang-orang beriman. Untuk menarik perhatian mereka ia pun mentertawakan serta melecehkan Mukminin.

Ayat-ayat ini juga memperingatkan kita agar jangan sampai kita tertipu oleh sikap lahir seseorang, dan siapa pun mengaku sebagai orang yang beriman, janganlah
kita menerimanya begitu saja dan memperlakukannya sebagai seorang mukmim. Tetapi hendaknya kita lihat terlebih dahulu dengan siapa ia bergaul dan siapa teman-teman dekatnya. Adalah hal yang tak dapat diterima, bahwa seseorang beriman, tetapi ia juga bersahabat baik dengan musuh-musuh agama dan pemimpin. Iman tak dapat bercampur dengan sikap bersahabat dan berdamai dengan musuh-musuh agama.

Kini kita lihat sekilas pelajaran-pelajaran yang dapat diambil dari ayat ini:

1) Setan, tidak terbatas pada setan yang merupakan makhluk halus. Manusia-manusia pun yang menjadi penyebab tersesatnya orang lain dapat disebut sebagai setan. Untuk itu kita harus menjauhkan diri dari manusia-manusia seperti itu.

2) Rencana-rencana rahasia, pembentukan pertemuan-pertemuan secara sembunyi-sembunyi anti pemerintahan Islam, menunjukkan tad adanya keberanian menyatakan akidah dan keyakinan. Munafikin yang selalu menghina dan melecehkan ahli iman, adalah orang-orang pengecut dan tak memiliki mental yang lurus.

3) Munafikin adalah kaki tangan musuh-musuh di dalam masyarakat, dan seiring dengan kemauan-kemauan mereka. Di depan musuh-musuh, mereka mengatakan: Inna ma'akum, sesungguhnya kami bersama kalian, bukan bersama orang-orang Mukmin.